“ Aku tahu aku dilahirkan sebagai laki laki, tapi aku merasa bukan laki laki. Aku merasa sebagai perempuan tapi mengapa aku berbeda dengan teman teman perempuan. Setelah kawan-kawan banyak yang menganggapku begitu feminine, maka disitulah aku tahu bahwa aku seorang transsexual.” Ia juga mengatakan bahwa menjadi wanita bukan karena lingkungan atau orang tuanya yang salah asuh, tapi benar- benar dari dasar hati yang paling dalam."
Ourvoice.or.id. Ladyboy atau transsexual adalah seseorang yang
dilahirkan sebagai laki laki dan menjelang dewasa menjadi perempuan. Di
Indonesia disebut waria, sedang di Thailand di sebut katoey.
Mereka ternyata ada hampir di seluruh dunia, seperti India, Brazil,
Lebanon, USA, China, Singapore termasuk Indonesia.
Pada umumnya alasan ladyboys ini sama , bahwa mereka memiliki
perasaan, pikiran dan hati sebagai wanita, namun berada dalam tubuh laki
laki. Bagi yang banyak uang biasanya mereka melakukan operasi payudara, ganti kelamin dan operasi2 lainnya untuk mempercantik
penampilan. Tak heran di Thailand ladyboy sangat terkenal karena umumnya
mereka sangat cantik dan sexy melebihi wanita asli.
Pemerintah Thailand memberi kebebasan pada para ladyboy untuk
mengekpresikan diri, misalnya mengadakan lomba Ratu Kecantikan,
mengadakan pertemuan sesama komunitas ladyboy, tampil di panggung2 musik
dll. Tentu saja mereka boleh menggunakan nama wanita secara tidak resmi
karena hukum di Thailand tak mengizinkan seorang ladyboy mengganti akte
lahir dengan nama wanita. Mereka tetap menggunakan nama laki laki
sesuai akte lahir.
Dulu saya mengira ladyboy/waria itu hanya mejeng dipinggir jalan
menawarkan jasa seperti di Lapangan Banteng dan Taman Lawang. Namun
pandangan saya berubah setelah melihat sisi lain kehidupan seorang
ladyboy asal Thailand yang disiarkan oleh TV ABC3, Australia.
Namanya Yonlada Suan-yos (30 th). Ia cantik, pintar, kaya dan
dermawan. Pengusaha permata yang juga mengelola salah satu station TV di
Thailand. Ketua dari Trans Female Association of Thailand yang
memperjuangkan hak-hak para ladyboy. Menyandang dua gelar sarjana dari
universitas yang berbeda dan beberapa kali memenangkan pemilihan
Transsexual Beauty Pageant nasional dan internasional. Tak heran piala
piala kejuaraan berderet di rumahnya.
Yonlada lahir di propinsi Nan dengan nama Kerekkong
Suan-yos.. Ayahnya seorang perwira polisi yang disegani. Ketika teman
temannya bercita-cita ingin menjadi dokter, pilot, guru dll, Kerekkong
hanya ingin menjadi wanita. Ayah dan ibunya telah berusaha menjadikan
Kerekkong lelaki sejati dengan memberi mainan bola, tapi ia lebih suka
boneka. Ayahnya mengajak bermain tinju atau bertemu rekan sesama polisi
agar jiwa laki lakinya muncul, namun tetap saja jiwa kewanitaan
Kerekkong lebih dominan. Saat itu ia sendiri bingung akan statusnya.
“ Aku tahu aku dilahirkan sebagai laki laki, tapi aku merasa bukan
laki laki. Aku merasa sebagai perempuan tapi mengapa aku berbeda dengan
teman teman perempuan. Setelah kawan-kawan banyak yang menganggapku
begitu feminine, maka disitulah aku tahu bahwa aku seorang transsexual.”
Ia juga mengatakan bahwa menjadi wanita bukan karena lingkungan atau
orang tuanya yang salah asuh, tapi benar- benar dari dasar hati yang
paling dalam. Keinginan untuk operasi kelamin semakin kuat, tapi dari
mana biayanya yang sangat mahal itu?
Ternyata Kerekkong anak yang sangat pintar, setiap tahun ia mendapat
beasiswa. Ia bisa menabung sedikit demi sedikit dan akhirnya pada usia
16 tahun ia mampu membayar operasi kelamin dan memperbesar buah dada. Ia
pun makin percaya diri dan merasa menjadi wanita seutuhnya dengan nama
panggilan Yonlada.
Beberapa kali memenangkan Transsexual Beauty Pageant
membuat namanya makin terkenal. Saat Yonlada masih kuliah, ada yang mengajaknya mengikuti
pemilihan Female Beauty Contest. Ia menjadi runner-up kontes kecantikan
tersebut tapi akhirnya media menuduhnya menipu masyarakat karena dia
bukan wanita. Walau ayahnya seorang perwira polisi, Yonlada tetap masuk
penjara dengan tuduhan memalsukan indentitas. Saat di wawancara oleh TV
ABC, dihadapan ayah dan ibunya, Yolanda minta maaf sambil menangis.
Katanya tak ada maksud ingin menipu, ia hanya ingin diakui sebagai
wanita. Kini Yonlada mulai terjun ke dunia politik dan bercita cita menjadi senator.
Mendengar kisah ladyboys, saya teringat ketika berada di Singapore
beberapa tahun lalu. Saat itu seorang sahabat pria mengajak saya melihat
kehidupan ladyboy. Ternyata tempatnya agak jauh dari daerah “lampu
merah Geilang” yang terkenal dengan lampion merah didepan rumah.
Mobil berputar melihat lihat ladyboys sexy dan saya sengaja sembunyi
duduk dibelakang. Tak lama salah seorang dari mereka menghampiri dan
duduk disamping sahabat saya. Si ladyboy terkejut ketika saya tersenyum
sambil memperkenalkan diri. Mungkin ia mengira kami suami istri. Setelah
berbincang sejenak, teman saya bertanya berapa harus membayar karena
diajak keliling oleh kami. Inilah jawabannya.
“Tak usah bayar, akulah yang berterima kasih karena kalian mau
mendengarkan keluh kesahku. Ingat ya pesanku, jadi suami jangan pernah
mencoba bermain dengan ladyboy karena service kami lebih hebat dari
wanita asli. Tak heran banyak pelanggankami ketagihan. Awas jangan
berkhianat pada istrimu.”
Iapun turun dari mobil, melambaikan tangan
lalu menghilang dikegelapan. Ternyata ladyboys di Singapore sering di
razia, tak seperti PSK dari berbagai bangsa yang bebas beroperasi
dipinggir jalan daerah Geilang.
Ladyboy, gay, lesbian juga manusia seperti kita, ingin dihargai ,
punya perasaan dan hati.
Janganlah menghakimi lalu berhak berbuat
apa saja atas mereka. Kita bukan manusia suci, hidup kita belum tentu
lebih baik dari mereka. Maka janganlah seenaknya bertindak melebihi
Tuhan. Jika tak mampu membantu memberi jalan keluar, lebih baik doakan
saja.
Penulis : Fey Down
Sumber | suara kita